Rabu, 30 November 2011

Jantung keilmuan Yang Terlupakan


Ilmu pengetahuan adalah perkara yang wajib dimilki oleh setiap anak manusia, karena dengan ilmu manusia dapat membangun sebuah paeradaban yang bermartabat. Manusia adalah makhluk tuhan yang dibekali tuhan dengan satu kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, bahkan malaikat sekalipun. Kelibihan yang dimaksud yaitu “ akal   dalam islam akal difahami sebagai anugrah yang diberikan oleh Allah kepada umat manusia keturunan adam, dan dengan akal manusia dapat membedakan, mengenali, mempelajari, bahkan merumuskan sebuah penemuan. Dan dengan akal manusia dapat membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang merah dan hijau, mana yang cantik dan tampan, mana yang bermanfaat dan yang tidak, dan sebagainya, bukan hanya itu juga dengan akal manusia dapat mengenali segala hal yang ada dalam alam semesta.
Untuk mengetahui itu semua maka diperlukan yang namanya ilmu pengetahuan, melalui proses belajar baik dari orang tua, lingkungan maupun pendidikan, entah itu pendidikan formal, informal bahkan non formal. Dalam agama islam manusia yang memiliki ilmu di tempatkan pada derajat yang lebih tinggi dibandingkan makhluk Allah sebagai mana firman Allah dalam kitab al-Qur’an Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(Surat Al Mujadalah:11).  Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa seorang manusia yang memiliki ilmu diberikan beberapa derajat, yang dimaksud dengan derajat adalah tempat yang diberikan kepada umatnya yang berupa keimanan. 
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa begitu pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan umat manusia, tanpa ilmu manusia laksana hewan yang berjalan tanpa arah, dan tujuan yang jelas. Seperti yang telah di uraikan pada awal pembahasan bahwa ilmu pengetahuan di peroleh melalui proses belajar yang di lakukan secara berkesinambungan dan terus menerus. Sebagian orang memahami belajar masih terbatas pada proses pembelajaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan saja, entah lembaga formal seperti SD-Perguruan tinggi ataupun informal seperti Pondok pesantren, meskipun dewasa ini telah banyak ditemukan beberapa pondok pesantren yang bermetamorfosis menjadi lembaga  pendidikan formal, meskipun ada yang masih memegang teguh nilai tradisional pesantren murni namun intensitasnya sudah mulai berkurang.
Menurut hemat penulis perlu ada pembaharuan pemahaman atau kalau perlu perubahan pemahaman/paradigma ditingkat masyarakat sampai pada pemerintah sekalipun, bahwa belajar tidak hanya terfokus pada lembaga-lembaga formal saja,  namun proses belajar non formal perlu untuk di tumbuh kembangkan di kalangan masyarakat demi menunjang kelemahan, kekurangan dari proses pendidikan formal. Oleh sebab itulah perlunya perhatian dari pemerintah untuk meningkatkan proses belajar non formal tersebut dengan menciptakan beberapa rumah baca/perpustakaan di kalangan masyarakat, terutama pada msyarakat pinggiran kota, dan pedesaan yang terpencil sekalipun. Selain itu perlunya sosialisasi yang intensif untuk menumbuhkan serta menanamkan budaya membaca dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga tidak hanya sibuk mengurusi politik melulu.
Perpustakaan  Jantung Ilmu Pengetahuan
Pada pembahasan sebelumnya telah disebutkan tentang pentingnya untuk menumbuhkan budaya membaca pada masyarakat dalam segala lini. Oleh sebab itu perlu adanya media untuk dapat merealisasikan budaya baca, dimana budaya baca menurut hemat penulis masih sebatas wacana semata tanpa ada realisasi nyata, padahal membudayan membaca tidaklah semudah membalikkan telapak tangan apalagi hanya lewat pidato atau media cetak/elektronik semata. Salah satu tindakan nyata yang perlu untuk dilakukan adalah dengan memberdayakan perpustakaan atau rumah baca serta membentuk tim khusus dalam pengelolaanya.
Perpustakaan/rumah baca adalah media yang cukup tepat dan sarana untuk meningkatkan pendidikan di masyarakat, sehingga pendidikan tidak hanya di titik tekankan pada pendidikan formal saja, di mana pendidikan formal yang telah ada tidak ubahnya mencetak batu bata saja, sehingga tergantung pada cetakannya bila kotak maka jadilah kotak bila bulat maka jadilah ia bulat. Itu terbukti dengan begitu banyaknya lembaga pendidikan yang hanya menawarkan cetakan-cetakan tidak satupun lembaga pendidikan yang menawarkan bagaimana menghargai perbedaan karakter, minat serta bakat si manusia yang ingin belajar, hampir setiap tahun pemerintah sibuk untuk menentukan kurikulum apa yang akan di terapkan. Seharusnya pemerintah tanggap dengan kondisi pendidikan selama ini berjalan, sudahkah proses pendidikan yang ada sesui dengan kondisi sosio kultural bangsa yang sebenarnya, sehingga tidak terjebak dengan modernisasi dan arus globalisasi yang kesemuanya berkiblat dunia barat tidak terkecuali pendidikan, padahal  UUD 45’ mengamanatkan pada pemerintah untuk menjamin pendidikan masyarakatnya tanpa terkecuali.
 Namun proses pendidikan yang ada, kini tidaklah sesui lagi dengan apa yang telah di amanatkan, pendidikan kian hari kian mahal, semuanya di ukur dengan uang, apa bila ingin mendapatkan pendidikan yang tinggi masyarakat harus mengeluarkan biaya besar. Meskipun sudah ada program BOS (Biaya Operasional Pemerintah) dengan tujuan untuk menggeratiskan SPP namun pada kenyataannya pungutan-pungutan masih saja berjalan entah berdalih seragam, buku pelajaran, atupun sejenisnya. Meskipun sudah menerapkan sanksi bagi lembaga yang menyalah gunakan dana BOS ataupun melakukan pungutan yang berdalih buku pelajaran dan sebagainya namun hal tersebut masih saja terjadi dan itu riel terjadi dan berkembang seakan pemerintah tidak mau ambil pusing akan gejala tersebut. Oleh sebab itulah perlu adanya terobosan baru dalam rangka mewujudkan amanat UU dalam hal pendidikan.      
Sebagaimana yang telah di sebutkan di dalam pembahasan sebelumnya salah satunya jalan untuk dapat menekan penyelewengan dana BOS serta pungutan liar yang dilakukan oleh oknum pelaku pendidikan adala dengan mengembangkan serta menumbuhkan  menyediakan perpustakaan/rumah baca yang di tempatkan pada setiap sudut masyarakat sehingga dapat menjakaunya dengan mudah, maka tidak perlu lagi membeli buku untuk anaknya, selain itu buku-buku yang ada haruslah dapat menyentuh kebutuhan masyarakat tidak hanya kalangan pelajar saja entah itu pertanian, ilmu pengetahuan sampai pada komik sekalipun. Memang tidak dapat dipungkiri tidaklah mudah untuk mewujudkan itu semua namun itulah yang dibutuhkan dan harus dilakukan oleh pemerintah apabila ingin serius untuk mewujudkan peradaban masyarakat yang bermartabat serta berpendidikan, karena pendidikan yang sebenarnya tidak hanya diwujudkan dengan banyaknya sarjana yang hanya mengandalkan ijasah semata, namun lebih dari pada itu peningkatan mutu pendidikan di masyarakat yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikannya kejenjang perguruan tinggi juga perlu diperhatikan dan di realisasikan. Sehingga budaya membaca bukan tidak hanya terbatas pada tataran wacana semata.

Senin, 14 November 2011

hari pahlawan yg tertinggal

"Hari Pahlawan, yang Terlupakan"

Hampir setiap tahun bangsa ini memperingati hari itu, bukan hanya hari itu saja termasuk hari-hari bersejarah lainnya, namun yang menjadi aneh dari peringatan hari-hari bersejarah hanya selesai pada "pengingatan" belaka, tak ubahnya kegiatan ceremonial yang habis dibahas dan diperingati maka habislah sudah, tak ada satu pun yang membekas, kalaupun ada mungkin hanya berumur 1-5 hari setelah itu selamat jalan.

Hari pahlawan yang seharusnya dijadikan momentum untuk menumbuhkan rasa nasionalisme serta bukti cinta tanah air dengan menginspirasi semangat para pahlawan untuk membangun bangsa kedalam bangunan yang utuh menuju kemerdekaan sejati, ternyata peringatan tinggalah peringatan, momentum tersebut hanya dijadikan buah bibir para penikmat bibir yang selalu mengtasnakanan rakyat untuk bangsa yang merdeka, namun bibir hanyalah bibir tak bertulang sehingga dengan merasa tanpa dosa melantangkan akan turunnya angka kemiskinan serta naiknya nilai ekonomi, padahal masih banyak disana para gelandangan,anak-anak jalanan yang terkatung-katung tak jelas akan masa depan mereka. Para pengemis yang terlunta-lunta setiap hari berkejar-kejaran dengan SATPOLPP, merangkak diantara beton-beton yang menjulang tinggi laksana raksasa menerkam mangsa, itulah yang namanya merdeka? jerih payah para pahlawan yang menukar kemerdekaan dengan air mata, harta benda, darah yang tercucur serta jutaan nyawa, melayang. 

Seakan tiada guna semua pengorbanan itu bila harus diisi oleh aparatur negara pengemban amanat institusi masih saja menyibukkan diri dengan saling serang, saling tuding, saling sikut, entah itu lawan atau kawan, tidak ada yang mengaku salah malah berebut benar, undang-undang dibuat hanya sebagai ajang "Pangan", kebijakan yang tak lagi mencerminkan "kebijaksanaan", seringkali undang-undang bertabrakan dengan kebijakan, hukum hanya dijadikan alat pelindung ibarat "Srigala berbulu domba", mungkinkah sang domba akan aman apabila si pegembala memelihara srigala didalamnya???.